Rabu, 30 Desember 2015

Kamarku di lantai tiga.


Dari lantai tiga ini aku memulai dan mengakhiri hari.
Dindingnya tipis dan lantainya berderik-derik ketika aku melangkah.
Kamarku selalu berantakan, di Bandung dan juga disini.

Di Bandung dan juga disini, aku punya buku-buku yang kebanyakan belum terbaca.
Dari semua yang berantakan di dalam kamarku, dengan bangga aku pandangi buku-buku yang berderet rapi di rak.

Buku-buku ini selalu menjadi bagian dari jiwaku, mengizinkan aku untuk berdiskusi, bermimpi, beranikan diri untuk memandang jauh sekali ke depan dan belajar dari cerita-cerita lampau yang penuh dengan petualangan.

Kamar ini dulu dingin sekali.

Lantainya penuh debu dan juga dindingnya banyak bercak-bercak.
Aku bersihkan sedikit-sedikit.

Aku letakkan baju-baju, buku-buku, sepatu-sepatu.
Aku gelar karpet termurah yang bisa aku temukan dan aku hamparkan sajadah yang aku bawa dari rumah.

Disini aku akan tersungkur, tertunduk, menangis, bercerita, dan meluapkan semua perasaanku.
Diatas sajadah ini.

Di satu sisi kamarku, ada peta dunia besar sekali.
Sekali-kali aku lintasi jemariku diatas peta besar tersebut,
ah hanya 7 langkah jemari, menyebrangi Samudra Atlantik, melewati Eropa, menuju rumah.

Semua, semua tentang aku, di kamar ini.

Kuletakkan.

Kulemparkan.

Kutempelkan.

Kuhamparkan.

Kuteriakkan.

Kamar ini mulai perlahan menjadi hangat.
Perlahan menjadi mesra dalam serbuan angin yang menggetar-getarkan jendelannya.
Walau dindingnya tipis, tetapi selimutnya hangat.
Walau lantainya berderik-derik ketika aku melangkah, tetapi tidak diatas karpetku.

Kamar ini perlahan menjadi rumah.

Setiap kali aku melangkahkan kaki keluar kamar ini, aku pandangi sekeliling sebelum pintunya aku kunci.

Kamar di lantai tiga ini, akan terus ada disini ketika aku kembali.







1 komentar:

  1. aku selalu suka tulisan2 kamu.
    pemilihan diksi, kalimat menyentuh, mindblowing

    makin rajin ngepost ya :)
    hati-hati cuaca ekstrem disana

    BalasHapus